PENDAHULUAN
Pada saat ini teknologi mengalami
perkembangan diseluruh belahan dunia termasuk
juga Indonesia. Salah satu perkembangan tersebut ditandai dengan munculnya Internethingga
akhirnya tiba di suatu masa dimana penggunaan Internet mulai menjadi sangat berperan di berbagai aspek
kehidupan sehari hari yang
dikenal dengan teknologi berbasis Internet(Internetbased technology).
Pemanfaatan teknologi informasi
sudah menjadi bagian penting dari aktivitas masyarakat. Dalam perbankan hampir
seluruh proses penyelenggaraan sistem pembayaran dilakukan secara elektronik
(paperless). Perkembangan teknologi informasi tersebut telah memaksa pelaku
usaha mengubah strategi bisnisnya dengan menempatkan teknologi sebagai unsur
utama dalam proses inovasi produk dan jasa. Salah satu contoh adalah pelayanan
bank yang mengubah pelayanan transaksi manual menjadi pelayanan transaksi oleh
teknologi (e-banking).
Dampak dari penyelenggaraan internet
banking yaitu pada satu sisi membuat transaksi perbankan menjadi lebih mudah,
akan tetapi di sisi lain membuatnya semakin berisiko. Karena dampak tersebut
keamanan menjadi faktor yang paling perlu diperhatikan. Bahkan mungkin faktor
keamanan ini dapat menjadi salah satu fitur unggulan yang dapat ditonjolkan oleh
pihak bank.
Salah satu risiko yang terkait
dengan penyelenggaraan kegiatan internet banking adalah internet fraud atau
penipuan melalui internet. Dalam internet fraud ini menjadikan pihak bank atau
nasabah sebagai korban, yang dapat terjadi karena maksud jahat seseorang yang
memiliki kemampuan dalam bidang teknologi informasi, atau seseorang yang
memanfaatkan kelengahan pihak bank maupun pihak nasabah. Maka dari itu,
perbankan perlu meningkatkan keamanan internet banking antara lain melalui
standarisasi pembuatan aplikasi internet banking, adanya panduan bila terjadi
fraud dalam internet banking dan pemberian informasi yang jelas kepada user.
LANDASAN TEORI
·
Pengertian Dalam Undang-Undang
Undang-undang Informasi dan
Transaksi Elektronik atau Undang Undang nomor 11 tahun 2008 atau UU ITE adalah
UU yang mengatur tentang informasi serta transaksi elektronik, atau teknologi
informasi secara umum. UU ini memiliki yurisdiksi yang berlaku untuk setiap
orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum
Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di
luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
·
Asas dan Tujuan
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat,
kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral
teknologi.
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:
1. mencerdaskan kehidupan bangsa
sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
2. mengembangkan perdagangan dan
perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
3. meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pelayanan publik;
4. membuka kesempatan seluas-luasnya
kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang
penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan
bertanggung jawab; dan
5. memberikan rasa aman, keadilan, dan
kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi.
Internet banking bukan merupakan
istilah yang asing lagi bagi masyarakat Indonesia khususnya bagi yang tinggal
di wilayah perkotaan. Hal tersebut dikarenakan semakin banyaknya perbankan
nasional yang menyelenggarakan layanan tersebut. Penyelenggaraan internet
banking yang sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi, dalam
kenyataannya pada satu sisi membuat jalannya transaksi perbankan menjadi lebih
mudah, akan tetapi di sisi lain membuatnya semakin berisiko. Dengan kenyataan
seperti ini, keamanan menjadi faktor yang paling perlu diperhatikan. Bahkan
mungkin faktor keamanan ini dapat menjadi salah satu fitur unggulan yang dapat
ditonjolkan oleh pihak bank.
Salah satu risiko yang terkait
dengan penyelenggaraan kegiatan internet banking adalah internet fraud atau
penipuan melalui internet. Dalam internet fraud ini menjadikan pihak bank atau
nasabah sebagai korban, yang dapat terjadi karena maksud jahat seseorang yang
memiliki kemampuan dalam bidang teknologi informasi, atau seseorang yang
memanfaatkan kelengahan pihak bank maupun pihak nasabah. Oleh karena itu
perbankan perlu meningkatkan keamanan internet banking antara lain melalui
standarisasi pembuatan aplikasi internet banking, adanya panduan bila terjadi
fraud dalam internet banking dan pemberian informasi yang jelas kepada user.
·
Peraturan Bank Indonesia Tentang Internet Banking
Kata internet perbankan sering kita
dengar yaitu merupakan suatu layanan yang diberikan suatu bank dalam media
internet agar proses atau sesuatu hal yang berhubungan dengan perbankan menjadi
lebih cepat dan mudah. Akan tetapi dengan adanya layanan ini menyebabkan suatu
permasalahan yang terjadi yaitu terjadi serangan oleh orang yang tidak
bertanggung jawab yang bersifat aktif seperti hal nya ialah penyerang sendiri
tanpa perlu menunggu user. Beberapa jenis serangan yang dapat dikategorikan ke
dalam serangan aktif adalah man in the middle attack dan trojan horses. Ada
layanan yang diberikan internet perbankan yaitu antara lain nya dengan
diberlakukannya fitur two factor authentication, dengan menggunakan token.
Penggunaan token ini akan memberikan keamanan yang lebih baik dibandingkan
menggunakan username, PIN, dan password. Dengan adanya penggunaan token
ini,bukan berarti tidak ada masalah yang terjadi,seperti hal nya Trojan horses
adalah program palsu dengan tujuan jahat yaitu dengan cara menyelipkan program
tersebut kedalam program yang sering digunakan.
Dan dalam hal penangulangan nya bank
Indonesia mengeluarkan peraturan yang terkait tentang masalah keamana
system informasi.dan berikut ini yang peraturan yang
dikeluarkan oleh bank Indonesia sebagai berikut ini :
1. Mengembangkan wadah untuk melakukan
hubungan informal untuk menumbuhkan hubungan formal.
2. Pusat penyebaran ke semua partisipan.
3. Pengkinian (update) data setiap
bulan tentang perkembangan penanganan hukum
4. Program pertukaran pelatihan.
5. Membuat format website antar pelaku
usaha kartu kredit.
6. Membuat pertemuan yang
berkesinambungan antar penegak hukum.
7. Melakukan tukar menukar strategi
tertentu dalam mencegah atau mengantisipasi cybercrime di masa depan.
Dengan adanya peraturan ini dapat
menyelesaikan segala permasaahan yang terjadi pada internet perbankan di
Indonesia,dan segala kegiatan perbankkan melalui media internet dapat berjalan
dengan cepat,aman dan mudah digunakannya.
·
Rahasia Bank
Salah satu hal penting dalam
memproses pelaku internet fraud adalah pembukaan rahasia bank untuk memperoleh
keterangan simpanan milik pelaku internet fraud tersebut, dimana keterangan
tersebut dapat dijadikan salah bukti oleh aparat penegak hukum untuk keperluan
persidangan pidana. Ketentuan mengenai rahasia bank diatur dalam UU Perbankan
dan kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bank Indonesia No.
2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin
Tertulis Membuka Rahasia Bank. Berdasarkan ketentuan tersebut, pada prinsipnya
setiap Bank dan afiliasinya wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah
penyimpan dan simpanannya (Rahasia Bank). Sedangkan keterangan mengenai nasabah
selain sebagai nasabah penyimpan, tidak wajib dirahasiakan.
Terhadap Rahasia Bank dapat
disimpangi dengan izin terlebih dahulu dari pimpinan Bank Indonesia untuk
kepentingan perpajakan, penyelesaian piutang bank oleh BUPN/PUPLN dan
kepentingan peradilan perkara pidana dimana status nasabah penyimpan yang akan
dibuka rahasia bank harus tersangka atau terdakwa. Terhadap Rahasia Bank dapat
juga disimpangi tanpa izin terlebih dahulu dari pimpinan Bank Indonesia yakni
untuk kepentingan perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, tukar menukar
informasi antar bank, atas permintaan/persetujuan dari nasabah dan untuk
kepentingan ahli waris yang sah. Dalam hal diperlukan pemblokiran dan atau
penyitaan simpanan atas nama seorang nasabah penyimpan yang telah dinyatakan
sebagai tersangka atau terdakwa oleh pihak aparat penegak hukum, berdasarkan
ketentuan Pasal 12 ayat (1) PBI Rahasia Bank, dapat dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku tanpa memerlukan izin
terlebih dahulu dari pimpinan Bank Indonesia.
Namun demikian untuk memperoleh
keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanan nasabah yang diblokir dan
atau disita pada bank, menurut Pasal 12 ayat (2) PBI Rahasia Bank, tetap
berlaku ketentuan mengenai pembukaan Rahasia Bank dimana memerlukan izin
terlebih dahulu dari pimpinan Bank Indonesia.
·
Urgensi Undang-Undang tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Undang-Undang tentang Transfer Dana (UU
Transfer Dana)
Payung hukum setingkat undang-undang
yang khusus mengatur tentang kegiatan di dunia maya hingga saat ini belum ada
di Indonesia. Dalam hal terjadi tindak pidana kejahatan di dunia maya, untuk
penegakan hukumnya masih menggunakan ketentuan-ketentuan yang ada di KUHP yakni
mengenai pemalsuan surat (Pasal 263), pencurian (Pasal 362), penggelapan (Pasal
372), penipuan (Pasal 378), penadahan (Pasal 480), serta ketentuan yang
terdapat dalam Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan
Undang-Undang tentang Merek.
Ketentuan-ketentuan tersebut tentu
saja belum bisa mengakomodir kejahatan-kejahatan di dunia maya (cybercrime)
yang modus operandinya terus berkembang. Selain itu dalam penanganan kasusnya
seringkali menghadapi kendala antara lain dalam hal pembuktian dengan
menggunakan alat bukti elektronik dan ancaman sanksi yang terdapat dalam KUHP
tidak sebanding dengan kerugian yang diderita oleh korban, misalnya pada kasus
internet fraud, salah satu pasal yang dapat digunakan adalah Pasal 378 KUHP
(penipuan) yang ancaman hukumannya maksimum 4 (empat) tahun penjara sedangkan
kerugian yang mungkin diderita dapat mencapai miliaran rupiah.
Terkait dengan hal-hal tersebut di
atas, kehadiran Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU
ITE) dan Undang-Undang tentang Transfer Dana (UU Transfer Dana) diharapkan
dapat menjadi faktor penting dalam upaya mencegah dan memberantas cybercrimes
serta dapat memberikan deterrent effect kepada para pelaku cybercrimes sehingga
akan berfikir jauh untuk melakukan aksinya. Selain itu hal yang penting lainnya
adalah pemahaman yang sama dalam memandang cybercrimes dari aparat penegak
hukum termasuk di dalamnya law enforcement.
Adapun Rancangan Undang-Undang (RUU)
ITE dan RUU Transfer Dana saat ini telah diajukan oleh pemerintah dan sedang
dilakukan pembahasan di DPR RI, dimana dalam hal ini Bank Indonesia terlibat
sebagai narasumber khususnya untuk materi yang terkait dengan informasi dan
transaksi keuangan.
STUDI KASUS
Contoh kasus yang terjadi mengenai
RUU ITE :
Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE) menjadi ramai dibicarakan, ketika bergolaknya
kasus warga sipil yaitu Prita Mulyasari yang dituduh mencemarkan nama baik RS
Omni Internasional. Kemudian merambah pada kasus penghinaan wartawan infotainment
oleh artis Luna Maya . Kasus penuduhan penyemaran nama baik dan penghinaan itu
menyita banyak perhatian publik. Alih-alih, kini kasus tersebut berujung pada
perseturuan di meja hijau.
Hingga kini, kontroversi masih kerap
terjadi. Alasan utamanya adalah terkekangnya hak untuk berpendapat, sehingga
masyarakat
seakan tidak memiliki ruang lagi
untuk saling berkeluh kesah. Akhirnya, hal itu memicu lahirnya opini, barang
siapa yang berani menulis pedas, maka harus siap dihadapkan pada pasal-pasal UU
ITE itu.
Berikut ini Kontroversi dan Polemik
UU ITE
Undang Undang Infomasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE) ini pada dasarnya adalah salah satu konsekuensi dari skema
konvergensi bidang telekomunikasi, computing dan entertainment (media), dimana
pada awalnya masing-masing masih berbaur sendiri-sendiri. Undang-undang ini
dibuat untuk memberikan kepastian hukum dan implikasinya pada saat transaksi
elektronik seperti transaksi keuangan via ponsel, dari mulai saat memasukkan
password, melakukan transaksi keuangan, sampai bagaimana pesan itu sampai ke
recipient yang dituju. Kepastian hukum ini diperlukan untuk para stakeholder
terkait di dalamnya, mulai dari operator seluler, penyedia service transaksi
keuangan tersebut, bank dimana sang nasabah menyimpan uangnya, sampai ke bank
dimana recipient menjadi nasabahnya (yang mungkin saja berbeda dengan bank si
sender).
Akhirnya dampak nyata UU ITE ini
akan berhulu kepada bagaimana pelaksanaannya di lapangan. Semua stakeholder
atau yang berkepentingan dengan undang-undang ini diharapkan tidak salah
mengartikan pasal-pasalnya, tetapi juga tidak menyalahgunakannya. Lembaga
sekuat KPK saja dalam hal penyadapan, misalnya, harus berhati-hati
menggunakannya, jika tidak mau menuai kritikan dari para praktisi hukum.
Mengutip pernyataan Menkominfo bahwa
penerapan UU ITE harus memuat titik temu, harus seimbang, tidak terlalu ketat
atau terlalu longgar. Di situlah mungkin seninya.
KESIMPULAN
Dalam bidang informasi dan transaksi banyak
kejahatan-kejahatan yang masih banyak ditemukan. Adanya peraturan dan regulasi
sangat dibutuhkan diberbagai bidang dan adanya hal tersebut keamanan dan
kenyamanan dapat tercipta. Semakin banyak pihak-pihak yang tidak berwenang yang
berbuat semena-mena. Walaupun peraturan sudah ada dan diterapkan masih banyak
yang melakukan kejahatan. Bagaimana kalau peraturan itu tidak ada dan tidak
diterapkan? Mungkin Negara ini akan lenyap perlahan-lahan. Maka dari itu
peraturan yang dibuat harus dipertegas dan dibuat hukuman jera agar pihak yang
melakukan kejahatan akan jera.
DAFTAR PUSTAKA